Say What Do You Feel Now!!!

Jumat, 27 Juli 2012

Dari Semut Kecil Di Bawah Pohon Akasia


Dari Semut Kecil Di Bawah Pohon Akasia

Pada umumnya, motivator dan innovator itu muncul dari orang-orang yang bijak dan memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Tapi, pernahkah kalian berfikir bahwa motivasi dan innovasi bisa datang dari tumbuhan atau hewan? Sekalipun makhluk ini adalah makhluk yang sangat kecil.  Percayakah kalian tentang hal ini?
Pada suatu hari, Arin dan Tia pergi ke rumah Kak Hana, kakak kelas mereka untuk meminta bantuan mengerjakan tugas kelompok. Tugas mereka adalah membuat poster bertemakan ‘ Palang Merah Dan Bencana Alam’. Selama mengerjakan tugas, Arin dan Tia selalu saja berselisih. Arin inginnya seperti ini, namun Tia inginnya seperti itu. “Sekali-kali kamu ngalah dong, Tia. Masak harus aku terus yang ngalah. Uh..” melipat kedua tangannya di atas dada dengan wajah yang jengkel.
“Yaudah kalau Arin gak mau bantuin Tia, Tia bisa sendiri kok tanpa bantuan Arin.” Melepaskan pensil dari tangannya. Mereka bertolak belakang, tak berhadapan. Kak Hana yang juga sahabat mereka merasa geram atas pertengkaran ini dan langsung meleraikan dengan lembut. “Sudah, sudah. Dari tadi kok Arin dan Tia bertengkar terus? Kapan selesainya? Besok kan harus dikumpul, kalau belum selesai pasti kena hukum.” Merapikan kembali pensil-pensil yang berantakan. “Habis Arin sih.” Sahut Tia sedikit kesal.
“Kok aku sih, Ya?” timpal Arin. Tia semakin kesal dan melanjutkan pertengkaran ini. “Kan kamu duluan yang mulai. Ide kamu tuh jelek. Dari tadi aku terus yang mikir.” Sambil mewarnai poster. “Dari tadi yang ngerjain poster kan aku. Tia kan cuma nyuruh-nyuruh aja. Capek tau ngerjain poster sebesar ini sendirian.” Sahut Arin yang masih jengkel karena sikap Tia.
“Yaudah gak usah dikerjain lagi, Arin.” Tiba-tiba Arin dan Tia terkejut. “Sudah. Kenapa sih kalian masih saja bertengkar? Kan Kakak sudah bilang, kalu kalian terus bertengkar poster ini tidak akan selesai. Ikut Kakak.” Ajaknya sambil menggandeng kedua tangan mungil mereka. Kali ini Kak Hana sangat marah pada mereka. Bukan sekali atau dua kali mereka bertengkar, namun sudah berkali-kali. Akhirnya, dengan sedikit ketakunan Arin dan Tia pun ikut berjalan bersama Kak Hana. Setelah sampai di bawah pohon rindang, mereka duduk beralaskan akar-akar Pohon Akasia. Banyak daun-daun dan ranting kecil berjatuhan. Juga ada seekor semut merah besar yang sudah mati, sedang dikerumuni semut-semut merah kecil.
Serempak mereka memperhatikan apa yang semut-semut itu lakukan. Tak lama ucapan Kak Hana yang bijak menghancurkan lamunan mereka. “Apakah kalian tidak malu pada semut-semut itu? Walaupun mereka tidak diciptakan seperti manusia yang memiliki akal untuk berfikir matang. Dan walaupun mereka hanyalah sekelompok makhluk yang kecil, namun mereka bisa menghargai kebersamaan dengan saling mengerti satu sama lain. Mereka harus bekerja sama membawa semut merah besar yang sedang terluka. Menggotong dengan badan mereka yang lebih kecil. Tak ada yang berat sebelah, semuanya seimbang, semuanya merasakan beratnya semut merah besar. Apalagi kalian yang manusia. Memiliki akal dan fikiran. Harusnya kalian lebih bisa menghargai kebersamaan dan pengertian satu sama lain dibandingkan semut-semut merah ini.” Kak Hana menatap wajah Arin dan Tia sejenak, lalu melanjutkan kembali pembicaraannya.
“Kalian mengerti?” bertanya dalam sekali. Arin dan Tia hanya mengangguk malu akan sikap mereka. Untuk memperbaiki kesalahan Arin dan Tia, Kak Hana meminta Arin dan Tia untuk bersama-sama berjanji di bawah pohon Akasia ini. “Kami berjanji tidak akan bertengkar lagi. Kami berjanji untuk saling mengerti. Dan kami berjanji akan jadi sahabat sejati. Jika kami melanggar, berarti kami adalah orang yang lebih kecil daripada semut.” Arin dan Tia berjanji dengan mengacungkan kelingking mereka secara bersamaan sambil memejamkan mata.
Siang itu matahari terik sekali, dengan beberapa kali intipan mata, Kak Hana melihat Tia mengusap dahinya yang meneteskan keringat. Dan tak lama, dahi Arin pun ikut meneteskan keringat. Setelah mereka selesai mengucapkan janji persahabatan mereka, Kak Hana, kakak kelas sekaligus sahabatnya itu menyudahi pejaman mata dan berkata sedikit berteriak, “Janji?”. Arin dan Tia membalas teriakkannya, “Janji!” sambil mengangkat kelingking mereka lebih tinggi lagi.
Setelah itu mereka melanjutkan tugas kelompoknya hingga selesai. Hasilnya rapi dan indah. Keesokkan hari poster mereka dikumpul dan dipamerkan di mading sekolah. “Terima kasih, Kak Hana.” Ucap Arin dan Tia serempak.

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar